Tentang Mia alias Nurings

Tentang Mia alias Nurings

Mia, dinamain Nur Fahmia sebelum aku lahir. Lol.
Lalu lahir jebrol dari perut Ibuk, subuh-subuh 24 Februari 1997. Tumbuh dan berkembang as the one daughter, one and only.

Sekitar satu tahun kemudian, zaman itu, zaman krismon di mana Ibu dan Bapak cari susu formula kesana-kemari. Dua tahun kemudian, aku calon kakak dan gagals karena keguguran. Then, tiga tahun kemudian, Ibuk keguguran lagi. Kedeteksi deh, kemungkinan kena virus toxophlasma. Buat teman-teman calon ibu, hati-hati ya sama virus TORCH-toxophlasma, rubella, dll..pokoknya.

Oh ya, selama 15 tahun, aku tinggal di Rumah Sakit Jiwa Pusat Kota Magelang, rumah dinas. Di situ, aku mengenal orang-orang yang depresi dan frustasi. Banyak deh kenapa, pernah pas aku main sepeda, aku dipanggil-panggil dari bangsal sama pasien, mungkin beliau inget anaknya kali ya. Pernah lagi, aku dikirain pacarnya (pas aku udah mulai gede). Dan waktu kelas 5 SD, aku main sepeda malah dikejar sampe aku jatuh dan lututku berdarah. (sakitnya tuh di sini... *bekas luka* LOL).

Di RSJ, banyak banget yang aku pelajari. Secara nggak langsung, aku ngerti, what impacts if I dont express feelings. Ibuk bilang sih ya, (Ibuk bukan tenaga medis loh ya) emosi kalo kependem jadinya gitu. Ibarat akumulasi emosi yang tertahan di otak dan hati. Ngeri kan?
So, when I'm pressed, aku butuh sesuatu. Maka, aku menulis.

Entah, waktu dulu TK, ustadzahku bilang kalo aku sering ngelamun. In fact, aku berimajinasi kali? Psikolog juga pernah bilang, aku ini masih TK tapi pikirannya udah kayak anak SD kelas 3. Wedeeh..

Mulai SD, aku seneng nulis. The beginning tuh, puisi yang dibantu Ibuk judulnya Sepedaku. Lupa gimana, but it's the one of the best karya bareng sama Ibuk. Pas kelas 5 SD, aku sakit hati. Aku ikutan seleksi lomba puisi untuk mewakili sekolah, tapi kandass. Yaudin, biasa mah kalo penolakan. Tapi, dalam hati, aku harus membalas seseorang itu, dengan puisiku. *anak aneh efek sinetron*

Dari SD, aku hidup jadi orang minor. Entah, cuman ngerasa aja gitu. Nggak punya gank, saat itu lagi nge-trend banget gank. Zaman jahiliyah di mana bintang-bintang berkilau karena dedengkot orang tua.

Zaman SMP, aku terdampar di sekolah yang kalah keren sama sekolah seberang. Di sini, di sinilah pembalasanku terhadap puisi dimulai. Start here.

Seorang guru bahasa Indonesia, Bu Jani, yang menemukanku. Nemuin semacam sesuatu yang ada padaku, yaitu menulis. Didepaklah aku ikutan lomba menulis puisi, sinopsis, majalah dinding. Di sini, aku dan puisi berlaga. Pertama kali dapet piala, dan terbayar sudah pembalasan puisi kelas 5 SD terhadap seseorang itu...
Lingkungan SMP yang 180 derajat dibanding SD. Di SMP, aku kenal temen-temen yang menurutku, mereka ngajarin tentang kebebasan.

SMA, aku belajar cara bagi waktu. Waktu menulis yang bener-bener... *sok sibuk*. Gabung sama ekskul pers, di sini ngerti tentang jurnalistik. Belajar sastra juga sama ekskul teater yang mana pelatihnya adalah Bapak Triman Laksana. Beliau yang ngajarin aku nulis, kirim ke media, info lomba-lomba. Bersyukur!

And now, I find what life is about. Banyak ngobrol, jalan kaki, diskusi, baca-baca, nonton...dan aku punya mimpi besar. Mimpi besar. Aku berusaha untuk mewujudukannya untuk Indonesia yang lebih baik.

AAMIIN.

2 comments:

Hello, thank your for the comment!
Have a great day! :)