Manusia adalah pemimpin bagi dirinya sendiri,
khalifah di muka bumi ini. Saya manusia, juga hidup bermasyarakat dan
diwajibkan untuk membangun hablumminnanas (hubungan dengan manusia
secara horizontal) yang baik. Apalagi remaja seusia saya yang penasaran
sama organisasi, pasti kepingin ngerti gimana cara kerja suatu
perkumpulan yang terdiri dari banyak orang (tim) dan memiliki tujuan
yang sama. Pemerintahan dalam organisasi atau perkumpulan ini butuh
pemimpin dan anggota.
Pemimpin adalah kepala, pusat pengendali
organ yaitu pengomando anggota. Pemimpin ialah ulul amri, panutan kami,
panutan anggota, suri tauladan, tempat ke mana anggota bertanya 5W+1H
(apa, di mana, siapa, mengapa, kapan, dan bagaimana). Pemimpin yakni
sosok yang sangat sensitif. Ibarat air, jika air tersebut terkena
setitik minyak wangi, maka ia akan harum semerbak ke seluruh penjuru.
Sebaliknya, jika jatuh setitik nila, rusak air sekolam.
Suatu organisasi, sebut saja ekstrakurikuler
di SMA saya, pemimpin memiliki tugas penting. Maka tak heran jika enam
bulan lalu senior saya pernah berujar, “Jangan gegabah untuk memilih
ketua ekskul, Dik.” Pemilihan ketua yang bakal memimpin, penggerak
anggota selama beberapa waktu ke depan (untuk ekskul masa jabatan satu
tahun, untuk yang lebih luas, kades, camat, walikota, gubernur,
presiden?). Saya pikir (ketika saya masih bisa berpikir), memang
pemimpin seperti pengendali tubuh, selain semuanya adalah kehendak Dzat
Yang Maha Menciptakan.
Tanggung jawab. Ya, tgjwb-te ge je we be.
Satu hal ini yang ada di pundak pemimpin dan anggota. Pemimpin
bertanggungjawab atas apa yang diputuskannya, anggota bertanggungjawab
atas apa yang dikerjakannya. Sekilas jika teman-teman saya yang ambisius
untuk duduk menjadi pejabat penting di organisasi maupun even (ketua
panitia, misalnya), biasanya berpikir, “Wah enak dong jadi ketua cuma
bisa memerintah, nyuruh anggota untuk kerja ini-itu.” Hei. Wake up.
Bukankah semua ini dipertanggungjawabkan? :D
Hati-hati untuk menjadi ketua. Semua
pertanyaa yang dilontarkan oleh orang-orang, jangan sampai dua kata ini
terluncur dari seorang pemimpin, yaitu “nggak tau”. Saat saya training
esktrakurikuler jurnalistik di sekolah, senior saya berpesan, “Kerjaan
ketua itu bagi tugas dan kontrol.” Yap, saya yang didapuk menjadi
penanggungjawab sebuah even lomba bahasa, saya benar-benar merasakan dua
kunci ini.
1. Bagi
tugas, memberi tugas kepada sie terkait. Jangan sampai semuanya
dikerjakan oleh ketua, selagi sie atau pihak terkait masih bisa.
Kecuali, jika yang bersangkutan berhalangan mendadak dan deadline sudah
mepet, berangkatlah ketua. Karena menurut penglihatan saya, sebenarnya
anggota yang benar-benar loyal dengan organisasi, akan senang jika
mendapat tugas dari ketua untuk melakukan sesuatu. Dalam artian, orang
yang loyal BUKAN tipe penjilat. Karena ketua akan bisa menilai sendiri
cara kinerja anggotanya-ini bagi ketua atau pemimpin yang peka, pemimpin
yang masih bisa berpikir bahwa apapun rencana yang sudah dibuat, pasti
ada rintangannya dan halangan para anggota pun, ada. Pemimpin yang MAU
berpikir bahwa kerja anggota BUKAN yang terlihat di depannya, di
matanya, tapi anggota yang bertanggungjawab dan membantu tugas dalam
rangka menyukseskan tujuan yang diinginkan pemimpin. Pemimpin yang MAU
melihat kerja keras proses anggota, bukan hanya hasil yang rapi di meja.
2. Kontrol.
Jujur, kontrol merupakan hal yang pernah saya lalaikan. Karena saya
juga masih belajar untuk mengoordinir anggota, saya lupa untuk
mengontrol. Teman saya berpesan kepada saya, “Untuk jadi ketua, pokoknya
kamu harus tanya, pokoknya tanya apa aja, gimana sama sie terkait, dari
kendala sampai hal-hal yang belum selesai, selalu diawasi dan ditanya,
pokoknya, Mi.” Mengontrol anggota setiap waktu. Bagi saya, minimal SMS
per hari untuk tanya kepada teman-teman saya per sie, jika dalam sehari
kami tidak bertemu karena berjauhan kelas. Ya..nggak perlu janjian untuk
SMS, “Besok saya periksa hasil kerjamu, ya?” Tiap sie saya ingin
semuanya jujur. Jika ada kendala sekecil apapun, dikomunikasikan dengan
ketua. Hindari kendala terpampang di status Facebook atau Twitter,
#nyesek apalagi ABG masih labil. :v
Seorang teman pula memberikan pendapatnya
kepada saya tentang pemimpin, ia berkata, “Pemimpin kalo udah amanah,
insyaallah berkah, Mi.” nyesssss
Nah, problemnya, ketika saya menjadi anggota
di organisasi lain. Saya pernah mengikuti pemilihan ketua
ekstrakurikuler keagamaan di sekolah, setelah diwawancara umum di forum,
terpilihlah ketua ekskul yang baru. Ada sesuatu yang belum pernah saya
lihat selama ini, ketua baru saya itu-kakak kelas saya-ia menangis.
Ketua baru saya, menangis. Terharu. Subhanallah. Baru kali itu saya
melihat pemimpin saya menangis karena dipilih oleh forum sebagai ketua
untuk satu tahun mendatang. Dan beliau, rajin SMS dakwah kepada anggota
ekskul yang saat itu jumlahnya hampir 100 orang. Tujuan dari SMS beliau
selain berdakwah, tentu beliau ingin dekat dengan anggotanya. Beliau SMS
kira-kira minimal dua minggu sekali serta berjalan sekitar satu tahun.
Subhanallah…
Lain lagi, saya menjadi anggota di suatu
organisasi luar sekolah. Beliau belum bisa melihat kinerja anggota yang
di balik layar. Beliau menilai begini: apa yang ada di mata, dialah yang
bekerja. Begitulah rumus dalam hidupnya selama beberapa tahun ini saya
menjadi anggotanya. Bahkan, anggota yang bekerja di balik layar-seperti
jarkom SMS ke seluruh anggota dan datang ke forum ketika beliau tidak
datang-tidak dianggap. Ya, tidak dianggap ADA. Nggak dihargain. Mungkin
masih belajar bagaimana untuk menjadi ketua. Tapi pernyataan bahwa,
“Gimana yang kerja cuma ini, ini, ini,” menyisihkan kaum minor yang
memiliki alasan mengapa ia “tidak” bekerja. Padahal, memiliki niat untuk
bekerja, bukankah semua berawal dari niat? Niat ada tapi rintangan juga
ada, misalnya kendala transportasi dan ridha orang tua yang tidak
mengizinkan untuk berangkat ke forum, hujan, dan lain sebagainya. SIAPA
yang TAHU? Dan yang tidak termasuk dalam “ini, ini, ini,” siapa tahu,
hatinya terluka? Luka bisa sembuh, tapi bekasnya, tetap ada. *peace
Pemimpin-amanah, siddiq, tabligh, dan
fathonah. Artinya, dapat dipercaya, jujur, menyampaikan dan cerdas.
Empat sifat sempurna ini dimiliki oleh suri tauladan kita, Rasul
Muhammad Sallalahu’alaihiwasalam.
Pembaca yang budiman (kakak, om, tante), dan
dari sekian ocehan saya tentang pemimpin ini, saya sadar saya mesti
banyak berbenah. Saya semakin bingung memilih caleg 9 April 2014 yang
bertebaran di tiang listrik, pohon, angkot, dan tembok yang bakal
menjadi pemimpin saya...semoga lebih baiiiiiik untuk merah-putih ini! AAMIIN..
0 comments:
Post a Comment
Hello, thank your for the comment!
Have a great day! :)