Blog

Saturday, May 24, 2014

Puisi Jembatan Sutardji C Bahri dan Analisisnya



JEMBATAN
Sutardji Calzoum Bachri

Sedalam-dalam sajak takkan mampu menampung
airmata bangsa. Kata-kata telah lama terperangkap
dalam basa-basi dalam ewuh pekewuh dalam
isyarat dan kilah tanpa makna


Maka aku pun pergi menatap pada wajah
orang berjuta
Wajah orang jalanan yang berdiri satu kaki
dalam penuh sesak bis kota
Wajah orang tergusur
Wajah yang ditilang malang
Wajah legam pemulung yang memungut
remah-remah pembangunan
Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar
penonton etalase indah di berbagai plaza

Wajah yang diam-diam menjerit melengking
melolong dan mengucap:
tanah air kita satu
bangsa kita satu
bahasa kita satu
bendera kita satu
Tapi wahai saudara satu bendera, kenapa
kini ada sesuatu yang terasa jauh beda di antara kita?

Sementara jalan-jalan mekar di mana-mana
menghubungkan kota-kota, jembatan-jembatan
tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah
yang ada. Tapi siapakah yang mampu menjembatani
jurang di antara kita?
Di lembah-lembah kusam pada pucuk tulang kersang
dan otot linu mengerang mereka pancangkan koyak-moyak
bendera hati dipijak ketidakpedulian pada saudara
Gerimis tak mampu menguncupkan kibarannya.
Lalu tanpa tangis mereka menyanyi:
padamu negeri
airmata kami
Analisis :
1.     Keadaan realitas alam
Jembatan-jembatan tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah yang ada.
Di lembah-lembah kusam pada pucuk tulang kersang.
Gerimis tak mampu menguncupkan kibarannya.
2.     Realitas sosial budaya
Budaya : kata-kata telah lama terperangkap dalam basa –basi dalam ewuh perkewuh.
Ewuh perkewuh = bahasa jawa ( kata yang berasal dari daerah tertentu.
Sosial : wajah orang jalanan yang berdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.
Wajah orang tergusur à gelandangan
Wajah yang ditilang malang
Wajah legam pemulung yang memungut remah-remah pembangungan. à 1. Pemulung yang benar benar memungut sampah
Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar penonton etalase indah di berbagai plaza à pengemis, orang jalanan yang hanya bisa meneteskan air liur melihat benda-benda ditoko.
Lalu tanpa tangis mereka menyanyi : padamu negeri à mereka adalah orang yang termajinalkan.
3.     Gambaran pengindraan.
Menatap pada wajah orang berjuta.
Wajahyang diam-diam menjerit melengking, melolong dan mengucap (imajinasi auditif)
Otot linu mengerang (imajinasi taktil)
Lembah-lembah kusam (imajinasi visual)
4.     Judul :
Jembatan =  (1)jalan (dr bambu, kayu, beton, dsb) yg direntangkan di atas sungai (jurang, tepi pangkalan, dsb); titian besar; (2) ki perantara; penghubung
Referensi: http://kamusbahasaindonesia.org/jembatan#ixzz2LJGtpDj
Bait pertama  :
Air mata = air yang meleleh dari mata (ketika menangis)
Air mata bangsa = bangsa yang menangis : artinya adalah kesedihan. Bait tersebut menerangkan bahwa sebuah puisi tidak bisa menampung seluruh kesedihan dan penderitaan bangsa secara nyata. Sudah lama puisi mengandung kata-kata basa-basi, yang ewuh pekewuh (Bahasa jawa, artinya tidak enak hati untuk melakukan sesuatu) untuk menjelaskan secara tersurat, karena hanya lewat isyarat.
Bait kedua :
wajah orang berjuta = kelompok orang jalanan
Wajah orang jalanan yang berdiri satu kaki = orang-orang yang menggantungkan diri kepada kota.Sepeti pengamen ,pengemis.
Wajah orang tergusur = maksudnya gelandangan
Wajah yang ditilang malang= orang-orang yang menderita
Wajah legam pemulung yang memungut
remah-remah pembangunan = pemulung yang berpanas-panasan
Bait ketiga :
:Wajah yang diam-diam menjerit melengking
melolong
Tapi wahai saudara satu bendera, kenapa= orang-orang yang menderita tapi tidak bisa mengungkapkan
Bait keempat :
Sementara jalan-jalan mekar di mana-mana
menghubungkan kota-kota, jembatan-jembatan
tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah
yang ada. Tapi siapakah yang mampu menjembatani
jurang di antara kita?
Di lembah-lembah kusam pada pucuk tulang kersang
dan otot linu mengerang mereka pancangkan koyak-moyak
bendera hati dipijak ketidakpedulian pada saudara
Gerimis tak mampu menguncupkan kibarannya.
Lalu tanpa tangis mereka menyanyi:
padamu negeri
airmata kami
= jalan aspal yang diperluas dimana-mana, menghubungkan 1 kota dengan kota lainnya. Lalu jembatan yang berdiri kokoh merentangi sungai dan lembah. Tapi siapa yang bisa menjembatani jurang perbedaan antara orang pinggiran dan orang besar.
Sementara itu, orang pinggiran yang hidup ditempat kumuh (lembah-lembah kusam) mereka bekerja keras walaupun dalam hati mereka bersabar karena tidak ada kepedulian dari saudara setanah air.
Gerimis tidak mampu meruntuhkan semangat mereka (menguncupkan kibarannya).
Orang pinggiran itu tidak cengeng, mereka tetap mencintai negeri ini.
Kesimpulan =
penderitaan bangsa karena tidak adanya kepedulian antara sesame saudara sebangsa setanah air, serta tidak adanya sesuatu yang mampu menjembatani segala perbedaan antara orang kaya dan orang pinggiran.







0 comments:

Post a Comment

Hello, thank your for the comment!
Have a great day! :)